Pupuk Organik Mampu Tingkatkan Panen Padi
Banten, Kompas - Panen padi perdana dengan uji coba teknologi water stimulating feed atau WSF, Senin (17/4) di Desa Panyirapan, Serang, Banten, mulai memperlihatkan hasilnya. Penggunaan pupuk cair WSF itu mampu meningkatkan hasil produksi dari 6 ton menjadi 10 ton gabah per hektar.
Sentuhan pupuk organik dari bahan baku jagung ini juga dapat mengurangi penggunaan pupuk urea sekitar 50 persen sehingga petani dapat sedikit melepaskan ketergantungan penggunaan pupuk urea. WSF yang diproduksi oleh PT Suba Indah Tbk itu mulai dikembangkan tahun 2005. Dari hasil riset dan pengembangannya, WSF hanya dapat dijadikan pendukung terhadap penggunaan urea. Bukan sepenuhnya menggantikan pupuk urea.
Menurut Murdiyanto, Direktur Logistik PT Suba Indah, uji coba ini dilakukan sejak kuartal IV tahun 2005. Uji coba dilakukan di Serang dan Gorontalo. Hanya dalam waktu 100 hari penanaman, hasil produksinya diperkirakan mencapai 10 ton per hektar. Biasanya butuh waktu penanaman 115-120 hari.
Manajer Riset dan Pengembangan PT SI Umar Hasan menuturkan, dengan teknologi ini petani cuma menggunakan pupuk urea 135-150 kilogram per hektar. Tidak lagi 300 kilogram per hektar. Adapun WSF hanya 10 kilogram per hektar.
Akhyar, petani penggarap, mengatakan, WSF ternyata dapat merangsang pertumbuhan dari 20 tangkai menjadi 30-40 tangkai. Bulir-bulir padi menjadi lebih banyak. "Tadinya saya takut memakai pupuk yang aneh-aneh. Takut gagal panen," katanya.
Staf Khusus Departemen Pertanian, Maxdeyul Sola, yang meninjau panen perdana itu menilai WSF dapat menurunkan biaya produksi dan meningkatkan produktivitas. Umur varietas padi pun jauh lebih cepat untuk dipanen, tetapi komposisinya harus tetap diperhitungkan dengan kondisi lapangan. (OSA)
Sumber: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0604/18/ekonomi/2589462.htm
Sukses Menjadi Konsultan Kesehatan Bersama Farida Ningsih Seorang Leader Melilea Konsultan Call: 021-73888872
Bisnis Organik Konsultasi Kesehatan Tips Hidup Sehat Melilea
Kamis, 20 September 2007
Mulyadi Fajar Menyuburkan Tanah dengan Pertanian Organik
Mulyadi Fajar Menyuburkan Tanah dengan Pertanian Organik
By Redaksi Pustakatani @ 10:53 AM :: 784 Views ::
Masa depan pertanian di Nusa Tenggara Barat ada di lahan kering yang luas arealnya satu juta hektar lebih, ketimbang lahan basah yang luasnya 200.000-300.000 hektar.
Persoalannya, bagaimana agar pemanfaatan lahan kering itu optimal. Untuk itu diperlukan sosok yang mampu membimbing petani dalam mengelola usaha tani lahan keringnya. Figur demikian agaknya ada dalam diri Mulyadi Fajar (31).
Peran warga Dusun Dasan Pae, Desa Jerowaru, Kecamatan Jerowaru, Lombok Timur, itu sudah terbukti. Ketua kelompok tani pertanian organik di dusunnya ini mengajak anggota kelompoknya kembali ke alam, menggunakan kotoran ternak dan pupuk organik kemasan untuk meningkatkan kesuburan tanah.
Melalui upaya yang gigih, Mulyadi yang belajar pertanian organik melalui sebuah lembaga swadaya masyarakat di Mataram itu membuktikan, pertanian organik membuat produksi pertanian setempat meningkat, tanah yang kurus unsur hara kian subur, bebas residu pupuk maupun pestisida kimia yang digunakan puluhan tahun.
"Saya memulai uji coba pada November 2003 pada lahan seluas 50 are (sekitar 25 hektar - Red)," ujar suami Suryani dan ayah satu anak ini. Lahannya ia beri pupuk kotoran sapi sebanyak 1,5-2 kuintal, kemudian 75 kilogram pupuk urea, dan 1 kilogram pupuk organik.
Lahan itu dia pinjam dari pamannya dengan kompensasi bagi hasil panen; dan ia tanami beras ketan seluas 3 are, padi varietas lokal beak ganggas 10 are, cabai 15 are, dan tembakau 25 are. Dalam masa pertumbuhan vegetatifnya, batang dan daun tanaman itu sangat rimbun, gemuk, dan hijau. "Senang sekali saya melihatnya," paparnya.
Namun, ada saja kalangan yang kurang yakin akan hasil itu. "Paling-paling batangnya yang tumbuh, belum tentu berbuah. Makanya siapkan saja ganti rugi," kata mereka.
Mulyadi tidak sakit hati oleh komentar itu. Dia menganggap wajar sebab petani perlu bukti. Itulah yang kemudian dia tunjukkan melalui produksi padi yang semula 3 ton-3,5 ton naik menjadi 4,5 ton per hektar.
Dipercaya petani
Sejak keberhasilan itu, kepercayaan petani mulai tumbuh dan beberapa orang mengikuti cara Mulyadi bercocok tanam. Pada musim tanam November 2005-Maret 2006 tercatat 55 orang menyediakan lahan, masing-masing 50 are, mengikuti model bertani akrab lingkungan itu.
Hasilnya, dari produksi kedelai yang ditanam setelah panen padi, dengan 100 batang kedelai yang ditanam pada tiap pematang, seluruh batang tanaman berbuah lebat. Sekali panen, petani mengantongi Rp 40.000-Rp 50.000 sehari.
Berbeda dengan ketika menggunakan pupuk kimia, hanya bagian tengah dan atas batang kedelai yang berbuah, bagian bawahnya hampa.
"Dulunya panen kedelai hanya cukup untuk disayur dan dikonsumsi sendiri. Tetapi, setahun terakhir selain dimakan sendiri, kedelai juga bisa dijual," ungkap Mulyadi.
Begitupun kacang panjang yang ditanam pada pematang sawah. Petani dapat menjual Rp 500-Rp 1.000 per ikat berisi 10 batang dengan total hasil penjualan Rp 60.000 sehari, sedangkan panen dapat berjalan tiap hari selama 40 hari.
Produksi komoditas pertanian di dusun itu dan daerah lain di selatan Pulau Lombok umumnya memang relatif kecil di atas tanah gromosol kelabu kekuningan yang sifatnya keras, merekah, dan liat pada musim kemarau. Musim hujan di NTB umumnya relatif pendek, 90 hari setahun. Tanah hanya bisa ditanami maksimal tujuh bulan, serta tiap keluarga memiliki lahan pribadi rata-rata 30 are.
"Bila di Kota Mataram atau di daerah lain di Lombok sudah turun hujan lebat tiap hari, maka di dusun kami hujan turun terlambat sebulan," ucap ayah dua anak itu.
Pantang menyerah
Cuaca yang kurang bersahabat bagi pertanian itu tidak membuat Mulyadi patah semangat untuk meningkatkan produktivitas lahan kering. Setelah memanen padi beak ganggas, dia mencoba menanami lahan dengan padi varietas ciherang yang diberi pupuk organik kemasan.
Ternyata, padi lokal itu setelah dipotong batang atasnya untuk bahan pupuk alami, batang bawahnya masih bisa tumbuh lagi dengan hasil panen sekitar 40 persen hasil tanaman pertama. "Artinya, sekali tanam padi lokal, panennya dua kali," tutur lulusan Madrasah Aliyah swasta tahun 1993 ini.
Panen dua kali itu menjawab hasil uji coba rekan-rekannya di desa lain, termasuk efisiensi biaya produksi. Dia sudah membuktikan, menggunakan pupuk kandang mampu memelihara unsur hara tanah selama setahun dibandingkan dengan menggunakan pupuk dan pestisida anorganik yang cuma tahan selama satu kali musim tanam.
Malah dari kreativitasnya itu, Mulyadi menemukan pestisida alami untuk menghalau serangan hama dan penyakit tanaman. Bahan obat-obatan itu juga berasal dari tumbuh-tumbuhan, antara lain daun imbe dan daun kaktus untuk mengusir ulat dan serangga pada padi, tembakau, dan cabai. Daun srikaya yang diraciknya dapat dijadikan pestisida untuk mengusir walang sangit.
Mulyadi kini telah memberi jawaban konkret kepada para pengkritiknya. Cara bertaninya pun sudah diikuti petani dari luar dusunnya. Kelebihan hasil panen padi anggota kelompok kini dipasarkan di Mataram, sedangkan kelebihan panen palawija masih dipasarkan sebatas desa.
Mulyadi kini telah menjadi perintis dan "fajar" penerang bagi mata hati petani di daerah lahan kritis Pulau Lombok. (Khaerul Anwar)
Sukses Menjadi Konsultan Kesehatan Bersama Farida Ningsih Seorang Leader Melilea Konsultan Call: 021-73888872
Bisnis Organik Konsultasi Kesehatan Tips Hidup Sehat Melilea
By Redaksi Pustakatani @ 10:53 AM :: 784 Views ::
Masa depan pertanian di Nusa Tenggara Barat ada di lahan kering yang luas arealnya satu juta hektar lebih, ketimbang lahan basah yang luasnya 200.000-300.000 hektar.
Persoalannya, bagaimana agar pemanfaatan lahan kering itu optimal. Untuk itu diperlukan sosok yang mampu membimbing petani dalam mengelola usaha tani lahan keringnya. Figur demikian agaknya ada dalam diri Mulyadi Fajar (31).
Peran warga Dusun Dasan Pae, Desa Jerowaru, Kecamatan Jerowaru, Lombok Timur, itu sudah terbukti. Ketua kelompok tani pertanian organik di dusunnya ini mengajak anggota kelompoknya kembali ke alam, menggunakan kotoran ternak dan pupuk organik kemasan untuk meningkatkan kesuburan tanah.
Melalui upaya yang gigih, Mulyadi yang belajar pertanian organik melalui sebuah lembaga swadaya masyarakat di Mataram itu membuktikan, pertanian organik membuat produksi pertanian setempat meningkat, tanah yang kurus unsur hara kian subur, bebas residu pupuk maupun pestisida kimia yang digunakan puluhan tahun.
"Saya memulai uji coba pada November 2003 pada lahan seluas 50 are (sekitar 25 hektar - Red)," ujar suami Suryani dan ayah satu anak ini. Lahannya ia beri pupuk kotoran sapi sebanyak 1,5-2 kuintal, kemudian 75 kilogram pupuk urea, dan 1 kilogram pupuk organik.
Lahan itu dia pinjam dari pamannya dengan kompensasi bagi hasil panen; dan ia tanami beras ketan seluas 3 are, padi varietas lokal beak ganggas 10 are, cabai 15 are, dan tembakau 25 are. Dalam masa pertumbuhan vegetatifnya, batang dan daun tanaman itu sangat rimbun, gemuk, dan hijau. "Senang sekali saya melihatnya," paparnya.
Namun, ada saja kalangan yang kurang yakin akan hasil itu. "Paling-paling batangnya yang tumbuh, belum tentu berbuah. Makanya siapkan saja ganti rugi," kata mereka.
Mulyadi tidak sakit hati oleh komentar itu. Dia menganggap wajar sebab petani perlu bukti. Itulah yang kemudian dia tunjukkan melalui produksi padi yang semula 3 ton-3,5 ton naik menjadi 4,5 ton per hektar.
Dipercaya petani
Sejak keberhasilan itu, kepercayaan petani mulai tumbuh dan beberapa orang mengikuti cara Mulyadi bercocok tanam. Pada musim tanam November 2005-Maret 2006 tercatat 55 orang menyediakan lahan, masing-masing 50 are, mengikuti model bertani akrab lingkungan itu.
Hasilnya, dari produksi kedelai yang ditanam setelah panen padi, dengan 100 batang kedelai yang ditanam pada tiap pematang, seluruh batang tanaman berbuah lebat. Sekali panen, petani mengantongi Rp 40.000-Rp 50.000 sehari.
Berbeda dengan ketika menggunakan pupuk kimia, hanya bagian tengah dan atas batang kedelai yang berbuah, bagian bawahnya hampa.
"Dulunya panen kedelai hanya cukup untuk disayur dan dikonsumsi sendiri. Tetapi, setahun terakhir selain dimakan sendiri, kedelai juga bisa dijual," ungkap Mulyadi.
Begitupun kacang panjang yang ditanam pada pematang sawah. Petani dapat menjual Rp 500-Rp 1.000 per ikat berisi 10 batang dengan total hasil penjualan Rp 60.000 sehari, sedangkan panen dapat berjalan tiap hari selama 40 hari.
Produksi komoditas pertanian di dusun itu dan daerah lain di selatan Pulau Lombok umumnya memang relatif kecil di atas tanah gromosol kelabu kekuningan yang sifatnya keras, merekah, dan liat pada musim kemarau. Musim hujan di NTB umumnya relatif pendek, 90 hari setahun. Tanah hanya bisa ditanami maksimal tujuh bulan, serta tiap keluarga memiliki lahan pribadi rata-rata 30 are.
"Bila di Kota Mataram atau di daerah lain di Lombok sudah turun hujan lebat tiap hari, maka di dusun kami hujan turun terlambat sebulan," ucap ayah dua anak itu.
Pantang menyerah
Cuaca yang kurang bersahabat bagi pertanian itu tidak membuat Mulyadi patah semangat untuk meningkatkan produktivitas lahan kering. Setelah memanen padi beak ganggas, dia mencoba menanami lahan dengan padi varietas ciherang yang diberi pupuk organik kemasan.
Ternyata, padi lokal itu setelah dipotong batang atasnya untuk bahan pupuk alami, batang bawahnya masih bisa tumbuh lagi dengan hasil panen sekitar 40 persen hasil tanaman pertama. "Artinya, sekali tanam padi lokal, panennya dua kali," tutur lulusan Madrasah Aliyah swasta tahun 1993 ini.
Panen dua kali itu menjawab hasil uji coba rekan-rekannya di desa lain, termasuk efisiensi biaya produksi. Dia sudah membuktikan, menggunakan pupuk kandang mampu memelihara unsur hara tanah selama setahun dibandingkan dengan menggunakan pupuk dan pestisida anorganik yang cuma tahan selama satu kali musim tanam.
Malah dari kreativitasnya itu, Mulyadi menemukan pestisida alami untuk menghalau serangan hama dan penyakit tanaman. Bahan obat-obatan itu juga berasal dari tumbuh-tumbuhan, antara lain daun imbe dan daun kaktus untuk mengusir ulat dan serangga pada padi, tembakau, dan cabai. Daun srikaya yang diraciknya dapat dijadikan pestisida untuk mengusir walang sangit.
Mulyadi kini telah memberi jawaban konkret kepada para pengkritiknya. Cara bertaninya pun sudah diikuti petani dari luar dusunnya. Kelebihan hasil panen padi anggota kelompok kini dipasarkan di Mataram, sedangkan kelebihan panen palawija masih dipasarkan sebatas desa.
Mulyadi kini telah menjadi perintis dan "fajar" penerang bagi mata hati petani di daerah lahan kritis Pulau Lombok. (Khaerul Anwar)
Sukses Menjadi Konsultan Kesehatan Bersama Farida Ningsih Seorang Leader Melilea Konsultan Call: 021-73888872
Bisnis Organik Konsultasi Kesehatan Tips Hidup Sehat Melilea
Permintaan Udang Organik dari Pasar Dunia Terus Meningkat
Permintaan Udang Organik dari Pasar Dunia Terus Meningkat
Jakarta, Kompas - Kecenderungan masyarakat dunia untuk mengonsumsi makanan organik ternyata tidak semata-mata hanya produk sayur-sayuran. Minat itu mulai meluas, yakni pada sejumlah produk kelautan seperti udang organik. Peminat pada umumnya adalah masyarakat Jepang, Kanada, dan Uni Eropa. Harga komoditas ini tiga kali lipat dari udang yang diproduksi dengan teknologi tinggi.
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri di Jakarta, Sabtu (2/4), mengatakan, permintaan udang organik di pasar dunia mencapai ribuan ton per tahun. Akan tetapi, cuma bisa dipenuhi puluhan ton karena budidayanya masih terbatas.
Keterbatasan pasokan juga disebabkan oleh produktivitas udang yang dibudidaya secara organik selalu rendah. Dalam sekali panen maksimal satu ton per hektar. Rendahnya panen karena tak mengandalkan pakan dari industri, melainkan dari plankton atau pakan organik seperti kompos.
Dengan pola budidaya itu harga udang organik 20 dollar AS per kg, sedangkan harga udang dengan pestisida maksimal 7 dollar AS per kg.
"Permintaan udang organik yang tinggi merupakan bagian dari keinginan hidup sehat yang bebas dari pestisida dan bahan-bahan kimia lain. Fenomena ini akan terus berkembang dan meningkat sehingga perlu segera diantisipasi," kata Rokhmin.
Segera dikembangkan
Di Indonesia, jelas Rokhmin, usaha budidaya udang organik baru dilakukan di Sidoarjo, Jawa Timur. Namun, usaha tersebut masih sangat terbatas dan kecil. Selain itu, ada juga budidaya ikang bandeng organik yang dilakukan di Indramayu. Semua itu masih berskala kecil sehingga sulit bermain di pasar global.
Ketua Masyarakat Perikanan Nusantara (MPN) Shidiq Moeslim mengakui adanya permintaan bahan-bahan organik. Di sejumlah negara, seperti Vietnam, budidaya organik mulai dikembangkan secara optimal.
Untuk mencegah manipulasi produk, sebuah lembaga khusus yang independen telah dibentuk masyarakat pencinta makanan organik. Tugas lembaga itu adalah mengawasi pelaksanaan usaha budidaya organik di seluruh penjuru dunia.
Indonesia, menurut Shidiq, memiliki potensi yang besar untuk mengembangkan budidaya organik sebab 80 persen dari kegiatan budidaya masih dilakukan secara tradisional. Itu berarti, pakan yang digunakan umumnya masih mengandalkan bahan-bahan yang tersebar di alam bebas.
"Jika potensi ini disentuh dengan penyadaran, serta pemberian wawasan yang lebih luas tentang budidaya organik kepada petani maupun pengusaha udang, saya yakin Indonesia mampu berperan penting. Petani dan petambak kita sebetulnya sudah sangat menguasai teknik budidaya organik sebab hal itu sudah diketahui sejak kecil," tutur Shidiq. (JAN)
Sukses Menjadi Konsultan Kesehatan Bersama Farida Ningsih Seorang Leader Melilea Konsultan Call: 021-73888872
Bisnis Organik Konsultasi Kesehatan Tips Hidup Sehat Melilea
Jakarta, Kompas - Kecenderungan masyarakat dunia untuk mengonsumsi makanan organik ternyata tidak semata-mata hanya produk sayur-sayuran. Minat itu mulai meluas, yakni pada sejumlah produk kelautan seperti udang organik. Peminat pada umumnya adalah masyarakat Jepang, Kanada, dan Uni Eropa. Harga komoditas ini tiga kali lipat dari udang yang diproduksi dengan teknologi tinggi.
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri di Jakarta, Sabtu (2/4), mengatakan, permintaan udang organik di pasar dunia mencapai ribuan ton per tahun. Akan tetapi, cuma bisa dipenuhi puluhan ton karena budidayanya masih terbatas.
Keterbatasan pasokan juga disebabkan oleh produktivitas udang yang dibudidaya secara organik selalu rendah. Dalam sekali panen maksimal satu ton per hektar. Rendahnya panen karena tak mengandalkan pakan dari industri, melainkan dari plankton atau pakan organik seperti kompos.
Dengan pola budidaya itu harga udang organik 20 dollar AS per kg, sedangkan harga udang dengan pestisida maksimal 7 dollar AS per kg.
"Permintaan udang organik yang tinggi merupakan bagian dari keinginan hidup sehat yang bebas dari pestisida dan bahan-bahan kimia lain. Fenomena ini akan terus berkembang dan meningkat sehingga perlu segera diantisipasi," kata Rokhmin.
Segera dikembangkan
Di Indonesia, jelas Rokhmin, usaha budidaya udang organik baru dilakukan di Sidoarjo, Jawa Timur. Namun, usaha tersebut masih sangat terbatas dan kecil. Selain itu, ada juga budidaya ikang bandeng organik yang dilakukan di Indramayu. Semua itu masih berskala kecil sehingga sulit bermain di pasar global.
Ketua Masyarakat Perikanan Nusantara (MPN) Shidiq Moeslim mengakui adanya permintaan bahan-bahan organik. Di sejumlah negara, seperti Vietnam, budidaya organik mulai dikembangkan secara optimal.
Untuk mencegah manipulasi produk, sebuah lembaga khusus yang independen telah dibentuk masyarakat pencinta makanan organik. Tugas lembaga itu adalah mengawasi pelaksanaan usaha budidaya organik di seluruh penjuru dunia.
Indonesia, menurut Shidiq, memiliki potensi yang besar untuk mengembangkan budidaya organik sebab 80 persen dari kegiatan budidaya masih dilakukan secara tradisional. Itu berarti, pakan yang digunakan umumnya masih mengandalkan bahan-bahan yang tersebar di alam bebas.
"Jika potensi ini disentuh dengan penyadaran, serta pemberian wawasan yang lebih luas tentang budidaya organik kepada petani maupun pengusaha udang, saya yakin Indonesia mampu berperan penting. Petani dan petambak kita sebetulnya sudah sangat menguasai teknik budidaya organik sebab hal itu sudah diketahui sejak kecil," tutur Shidiq. (JAN)
Sukses Menjadi Konsultan Kesehatan Bersama Farida Ningsih Seorang Leader Melilea Konsultan Call: 021-73888872
Bisnis Organik Konsultasi Kesehatan Tips Hidup Sehat Melilea
Langganan:
Postingan (Atom)